Zulfa, dan Usahanya Mengajar Anak TPA Ketika Pandemi

Mataharibersinar terik tanpa adanya awan yang menyelimuti. Jalanan tepat di belakang kampus UPN Veteran Yogyakarta pun ramai oleh lalu lalang kendaraan. Perpaduan sinar matahari dengan polusi kendaraan ini sempurna menciptakan cuaca yang panas menyengat kulit. Namun, keadaan seperti ini tak menggentarkan semangat orang untuk bertebaran di jalan.

Sekitar pukul 09.00 WIB rombongan kampanye dengan sembilan mobil bahkan mampir ke daerah ini, dan sarapan di salah satu warung kecil di antara deretan warung di tepi jalan. Kios sederhana berukuran sekitar 2×3 meter yang dikunjungi itu pun sedang mujur. Hal yang sangat disyukuri, sebab di masa pandemi, pemilik tidak bisa memastikan kapan warungnya akan ramai lagi.

Satu jam setelah rombongan kampanye datang, saya mampir ke warung yang sama, dengan tujuan berbeda. Saya datang untuk bersua dan mewawancarai sang pemilik warung. Namun, siapa sangka, di sana saya malah disuguhi semangkuk soto dan segelas teh manis dengan gratis! Wah, saya ikut kecipratan mujur rupanya. Bu Zulfa, sang pemiliik warung sedang menguleg bumbu ketika saya datang. Setelah duduk di dekatnya saya mulai menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.

Bu Zulfa adalah seorang direktur di TPA Al-Hanaan. Istilah direktur ini digunakan untuk menyebut jabatan kepala TPA, di TPA Al-Hanaan. TPA tersebut terletak di Masjid Al-Hanaan, Dusun Ngropoh, Desa Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Masjid tersebut berjarak kurang lebih 500 meter dari warung Bu Zulfa. Namun, masijd yang dulunya ramai oleh lantunan hafalan anak-anak ketika sore hari, kini nampak sepi karena Corona.

Bulan Februari 2020 lalu, aktivitas di TPA Al-Hanaan masih berjalan seperti biasa. Selesai mengadakan acara wisuda, anak-anak pun diliburkan selama seminggu. Sayangnya, baru masuk beberapa hari, ternyata virus Corona sudah sampai di Yogya. Situasi yang meresahkan membuat kampung ditutup. Kegiatan TPA di masjid pun turut ditiadakan untuk jangka waktu yang belum bisa dipastikan.

“Karena kan kita nggak boleh ada kegiatan to, Mbak, jadi mau tidak mau kita harus libur. Kasi pengertian sama orang tua bahwa untuk sementara karena panndemi anak-anak kita liburkan,” jelas Bu Zulfa ketika saya temui pada Kamis, 2 Desember 2020.

Walaupun begitu, Bu Zulfa tak ingin melepaskan begitu saja pendidikan santri TPA Al-Hanaan. Pada bulan Ramadhan, agenda mengajipun mulai dilakukan kembali secara online. Whatsapp menjadi media pembelajaran utama. Pembelajaran daring dilakukan melalui video call, voice note atau melalui chat. Waktu pelaksanaan video call sendiri disesuaikan dengan kemauan anak-anak terlebih dahulu agar moodnya terjaga. Ustad yang berjumlah sekitar 11 orang dibagi tugasnya, mengawal santri yang hampir berjumlah seratus orang.

Karena layanan video call hanya bisa diikuti oleh beberapa orang, pihak TPA pun mencari alternatif lain. Mereka menginstruksikan wali untuk membuat video ketika santri sedang mengaji. Video tersebut kemudian dikirim untuk dikoreksi oleh para ustad. Untuk anak usia PAUD dan TK, hasil koreksi akan disampaikan melalui wali santri. Namun, untuk anak-anak yang lebih besar, koreksian bisa disampaikan secara langsung dari ustad kepada anak tersebut.

Satu bulan mengaji online, ternyata banyak keluhan yang disampaikan para wali santri TPA kepada Bu Zulfa. Pembelajaran online masih dirasa belum cukup efektif. Beberapa wali ada yang merasa anak mereka cenderung menyepelekan ngaji ketika dilakukan secara daring. Keaktifan anak-anak ketika mengaji pun berkurang.

“Karena kan sudah jenuh to, pagi mereka online sekolah misalnya, terus sore online ngaji, jadi kayaknya apa ya udah nggak menarik lagi gitu,”tambah Bu Zulfa

Selain itu, keterbatasan pulsa dan kuota juga menjadi hambatan. Awalnya, ustad akan diberi subsidi kuota sesuai daftar kehadiran mereka ketika mengajar. Namun, karena selama pandemi tidak ada uang SPP yang masuk, maka biaya pun menjadi sedikit terhambat. Permasalahan SPP ini menjadi dilema tersendiri bagi Bu Zufa. Di satu sisi santri memang tidak mengaji secara langsung, tapi di sisi lain, mengaji secara online juga membutuhkan biaya untuk kuota.

Berbagai keluhan yang muncul dari wali santri akhirnya membuat Bu Zulfa memutuskan untuk memberikan opsi di grup whatsapp wali santri. Opsi yang diberikan yakni apakah mengaji tetap dilanjutkan via online, atau mengaji kembali dilakukan offline namun dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Hasilnya, sebagian besar wali santri memilih untuk mulai mengaji secara langsung, dengan protokol kesehatan yang dijaga ketat. Setelah disepakati, semua hal pun segera disiapkan dan dirancang, mulai dari surat izin, teknis pembelajaran, pembagian ruangan, dan aturan-aturan yang akan diterapkan.

Sayangnya, kabar buruk datang lebih dulu. Beberapa warga yang tinggal di sekitar masjid dinyatakan positif Corona. Acara pengajian di Masjid Al-Hanaan yang semula masih dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan pun turut berhenti. Alhasil, rencana untuk mengaktifkan TPA hingga kini belum bisa diwujudkan.

Mengajar di Pendopo

Bu Zulfa kembali sibuk dengan masakannya. Aroma bumbu bacem yang sedang ditumis tercium hingga tempatsaya duduk. Hari ini beliau mendapat pesanan dari salah satu rombongan pengajian malam Jumat khusus bapak-bapak. Bahan-bahan pun sudah dimasukkan ke dalam wajan, mulai dari bumbu hingga beberapa potong ayam. Selain berjualan di warung, beliau memang menerima pesanan katering untuk berbagai acara. Suaminya, Pak Mualim, juga membantunya melayani pelanggan ketika berjualan.

Rumah Bu Zulfa sendiri terletak persis di belakang warungnya. Di belakang rumah, ada sebuah pendopoyang lumayan luas. Pendopo itulah yang biasa dijadikan tempat pengajian bapak-bapak di sekitar rumahnya setiap malam Jumat. Pengajian yang diisi oleh Pak Mualim tersebut tetap berjalan selama pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan.

Karena TPA Al- Hanaan diliburkan, Bu Zulfa akhirnya menggunakan pendopo tersebut untuk mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak di sekitar rumahnya saja. Lambat laun, beberapa anak dari TPA Al-Hanaan ternyata juga ingin ikut mengaji di sana. Kini, yang mengaji di tempat Bu Zulfa sudah ada sekitar 20 anak. Bu Zulfa sengaja membatasi peserta yang ikut karena keterbatasan tempat. Anak-anak pun tetap diimbau menjaga protokol kesehatan selama mengaji. Jadwal mengaji dengan anak-anak dilakukan setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, dari sore hingga Maghrib. Tidak semua anak selalu hadir, terkadang hanya beberapa saja yang berangkat.

Pendopo jarang sepi. Selain digunakan untuk mengaji dengan anak-anak, setiap Selasa sore pendopo diisi dengan latihan sholawatan bersama ibu-ibu. Sedangkan Kamis digunakan untuk mengajar mengaji tiga orang wali santri. Pengajian untuk wali santri sendiri memang belum lama dirintis.

“Yo maksudnya, Ibu-ibu itu dari pada cuma ngumpul, leboh baik ngumpul tapi diisi dengan kegiatan positif,” tutur Bu Zulfa.

Bu Zulfa mengaku sangat merindukan masa ketika masih bisa mengajar di TPA secara offline. Ia merindukan saat-saat berinteraksi dengan anak-anak. Beliau pun mengingat-ngingat kembali suasana di TPA dengan berbagai tingkah laku santrinya yang memiliki karakter berbeda-beda.

Ia memang berusaha membangun kedekatan dengan anak-anak, agar mereka merasa nyaman untuk curhat. Bu Zulfa pun menekankan pentingnya bersahabat dengan anak. Dari curhat itu terkadang justru muncul pertanyaan-pertanyaan, dan mereka tidak sungkan untuk menanyakannya. Walaupun begitu, menurutnya bersikap tegas kepada anak-anak juga hal yang penting.

“Ketika saya harus keras yo keras, ketika saya harus gojek ya gojek. Tapi memang kadang-kadang perlu ada ketegasan apalagi untuk anak-anak yang usianya sudah gede,” tuturnya lagi.

Walaupun terkadang merasa kerepotan, Bu Zulfa yang merupakan lulusan S1 jurusan PPAI (yang sekarang KPI) UIN Sunan Kalijaga tahun 1999 ini tetap konsisten mengajar. Ia pun mensyukuri tingginya antusias memasyarakat dan kepercayaan wali satri kepada TPA. Oleh karena itu, ia berusaha menjaga hubungan yang sudah dibangun antara pihak-pihak yang terkait dengan TPA.

Bagi Bu Zulfa, mengurus TPA adalah tanggung jawab yang dilakukan dengan hati. Menurutnya, tanggung jawab memang awalnya berat, tapi jika terus dilakukan dengan istiqomah, maka lama-lama kita akan bisa menikmatinya.

Matahari kian meninggi, pertanda jam makan siang telah tiba. Warung Bu Zulfa pun semakin ramai. Akhirnya saya memutuskan untuk pamit pulang. *** [Khusnul Khotimah]

* Khusnul Khotimah, lahir di Cilacap pada 12 Agustus tahun 2000. Selain aktif sebagai mahasiswa di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, saat ini juga sedang mondok di Pondok Pesantren Al-Muhsin, Sleman, Yogyakarta.

Liputan Terkait